Friday, December 26, 2014

Tanda keimanan : malu

Tanda keimanan : malu

عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى رَجُلٍ مِنَ الْأَنْصَارِ وَهُوَ يَعِظُ أَخَاهُ فِي الْحَيَاءِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : دَعْهُ فَإِنَّ الْحَيَاءَ مِنَ الْإِيمَانِ. (متفق عليه)

Keterangan : Sang Nabi menyampaikan :

1. pentingnya mau’idhoh kepada sesama.
2. sebagai orang yang lebih berhak menyampaikan materi, Beliau dengan bijaksana tidak lalu langsung nimbrung, sama seperti kode etik dokter kepada pasien.
3. sampai nanti bila ada kesalahan, tidak lalu menegur di depan pasien. Hal itu bisa merusak suasana ketiga belah pihak.
4. bila dikonotasikan, bahwa pelajaran yang disampaikan tidak sesuai dengan yang bicara, maka cara menasehati juga sangat kondisional. Dalam materi ini, Beliau bersabda “biarkan..”, artinya biarkan kenyataan yang akan menasehati, jika nasehat dan yang menasehati tidak sinkron, tentu akan malu sendiri..
5. huruf fa’ jatuh setelah perintah, menunjukkan illat hukum. Jadinya ; Biarkan ! (karena) malu dari iman.
6. kaidah : buah perbuatan adalah perbuatan juga. Dan buah gerak hati adalah suasana hati yang lain. Contoh ; Iman adalah gerak hati. Malu juga gerak hati. Artinya, secara simultan terjadi suasana yang berbeda di hati karena sesuatu yang sudah ada di hati.
7. hal ini menunjukkan bahwa hati manusia punya ruang ruang tersendiri. Sebab qalbu itu sendiri berarti bolak balik. Artinya, yang selalu bolak balik berpindah suasana.
8. dalam riwayat lain, “malu adalah satu bagian dari 70 bagian iman”. Dalam riwayat lain pula “al-haya’u al-imanu kulluh”, malu itu mencakup seluruh iman. Bila dikompromikan berarti ; malu itu ibarat dapur yang mewarnai seluruh kehidupan rumah.

No comments:

Post a Comment